Selasa, 10 Juli 2012

FILSAFAT DAN KONSEP DASAR PEKERJAAN SOSIAL

1.       FILSAFAT UMUM
a.       Pekerjaan Sosial yang Idealistis (Idealisme Pekerjaan Sosial)
Dahulu orang orang memilih pengabdian terhadap masyarakat dan  sesama manusia sebagai pengabdian tugasnya. Menurut para ahli psikologi, pertolongan atau pemberian bantuan semacam itu merupakan salah satu bentuk sublimasi daripada dorongan tertentu yang tidak terpenuhi  semuanya.
Pekerjaan sosial adalah semua tugas yang dilaksanakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik ragawi maupun rohani. Misalnya:
1)      Para ulama yang berdakwah untuk perbaikan moral  dan rohani dapat disebut pekerjaan sosial.
2)      Para guru yang mempersiapkan anak didik dalam proses sosialisasi dapat juga disebut sebagai pekerjaan sosial.
Dari contoh diatas, segala kegiatan dan pertolongannya memang dapat dinilai sebagai pekerjaan sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial. Tetapi apa bila ditinjau dari pekerjaan sosial yang professional itu hanya merupakan satu sub sistim yaitu sistim sumber. Pada hakikatnya pekerjaan mereka merupakan pekerjaan charity atau filantropi, sebab belum terarah dan tidak selektif. Jadi pekerjaan semacam itu bukan merupakan planned change yaitu perubahan yang terencana dan terarah. Jadi, idealisme pekerjaan sosial yang berupa pekerjaan amal. Charity dan fulantropi Adalah Sumber abadi dari pekerjaan sosial professional.

b.      Pekerjaan Sosial yang Profesional
Berbeda dengan pekerjaan sosial yang dilakukan oleh warga masyarakat seperti  denngan yang di contohkan diatas professional. Yaitu pekerjaan :
1)      Pemberian pertolongan terarah, selektif, terprogram sehingga perubahan yang dilakukan merupakan perubahan yang terencana.
2)      Pemberian pertolongan tidak semata mata didorong oleh sentiment kemaasyarakatan pekerjaan sosial disini merupakan lapangan tersendiri  dan patut diberikan jabatan dan kewenangan pada yang melakukannya.
3)      Pemberian pertolongan yang ilmiah. DIlakukan  seperti perhitungan yang cermat dengan sistematika.
4)      Pekerjaan sosial itu  merupakan pemberian pertolongan yang paedagogis, yaitu pemberian pertolongan yang bersifat mendidik, mengusahakan agar yang ditolong  dapat menolong dirinya sendiri juga pemberian pertolongan yang agagogis. Artinya pemberian kepada individu, kelompok maupun masyarakat yang menyandang masalah dalam rangka resosialisasi maupun revalidasi.
5)      Pekerjaan sosial merupakan komponen politik sosial, yaitu merupakan satuan/ sistim utama yang dapat menopang untuk mencapai kesejahteraan sosial.
6)      Charity dan pilantropi sebagai perbuatan amal adalah dasar yang paling kuat untuk melakukan pekerjaan sosial.

c.       Pekerjaan sosial sebagai realisasi dari Negara kesejahteraan
1)      Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesejahteraan.
2)      Pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan warga negaranya.
3)      Mengatur Negara yang sebaik baiknya, berarti harus mengatur kesejahteraan warga Negara sebaik baiknya pula(hak politik).

Negara kesejahteraan dilandasi oleh anggaraan bahwa:
1.       Permasalahan pemenuhan kebutuhan harus dijelaskan secara sosial dan bukan secara moral.
2.       Permasalahan didalam masyarakat merupakan tanggungjawab bersama.
3.       Adanya hak Negara untuk disediakan bantuan setidak tidaknya secara minimal, bukan kesejahteraan dan pelaksanaan fungsinya secara efektif didalam masyarakat.

Untuk mengimbangi kemajuan teknologi, maka metode pendekatannya pekerjaan sosial mengalami perubahan sebagai berikut:
a.       Dari pendekatan kasus pendekatan administrative ( perencanaan kebijaksanaan, sosial).
b.      Dari pendekatan mikro ( perorangan, keluarga kelompok kecil). Kepada pendekatan makro (intervensi pada public decision).
c.       Dari pendekatan kuratif rebslitatif kepada pendekatan yang bersifat pencegahan dan pengembangan (preventif dan promotif).
d.      Dari pendekatan spesifik kepada pendekataan generalitik.

A.      FILSAFAT KHUSUS PEKERJAAN SOSIAL DI INDONESIA
1.       Menurut sejarahnya pekerjaan sosial yang masih bersifat charity dan pilantropi di Indonesia telah menjadi watak dan mendarah daging. Bangsa Indonesia dalam semangat gotong royong dankekeluargaan.oleh sebab itu tujuan dan sunmber layanan kesejahteraan sosial adalah Pancasila dan undang undang dasar 1954.
2.       Kesejahteraan sosial itu pada hakikatnya merupakan pengejantuhan keadilan sosial dalam pancasila. Tujuan dari usaha kesejahteraan sosial identik dengan tujuan pembangunan nasional yaitu membangun manusia.
3.       Pendekatan system ada beberapa system yang terkait:
a.       System pelaksanaan perubahan(change agent) yaitu pekerja sosial sendiri
b.      System klien atau penyandang masalah
c.       System sumber yaitu sumber danaa maupoun sumber daya
d.      System kegiatan yaitu lembaga lembaga yang menyelenggarakan kegiatan  demi tercapainya kesejahteraan sosial
e.      System nilai dan norma yaitu pandangan dan aturan leluhur yang dijadikan landasan pokok dan tujuan dari berbagai usaha kesejahteraan sosial.
4.       Konsep dan praktik pekerjaan sosial yang menjadi profesi penyangga utama usaha kesejahteraan sosial mesrespon  kepada pergeseran  usaha kesejahteraan sosial tersebut telah mengalami perubahan. Pengetahuan, sikap dan pengabdian dan keterampilan dapat kita katakana sebagai modal pokok bagi seorang professional yang biasa kita sebut KAP (Knowledge Attitude Practise).
5.       Dari segi akademik atau masyarakat akademik  pekerjaan sosial ini masih kurang dikenal , sama halnya di lingkungan dunia awam. Hal itu disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya:
a.       Masih sangat langkanya/belum Adanya ilmuwan di bidang ini, belum ada satupun Doktor pekerjaan sosial. Tingkat masterpun masih dapat dihitung dengan jari
b.      Pada tahun 1982/1983 masih di bawah 500 orang
c.       Terpaku pada nama dan konsep pekerjaan sossial tradisional yang bertumpu pada kepekaan hati sertya kemampuan rasa untuk ikut serta merasakan pendekatan orang lain
d.      Masih langkanya untuk tidak dikatakan tidak sma sekali, arfena dan sarana komunikasi serta publikasi tentang pekerjaan sosial
e.      Belum adanya organisasi profesi pekerja sosial  yang mantap
f.        Belum memadainya perhatian pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan dan kebudayaan terhadap pembangunan pendidikan profesi  pekerjaan sosial di Negara kita ini.

2.       KONSEP DASAR PEKERJAAN SOSIAL
a.       Manusia sebagai makhluk sosial tak terpisahkan dari masyarakatnya.
Dalam ilmu jiwa perkembangan dijelaskan bahwa manusia dilahirkan sebagai makhluk yang tak berdaya. Pembawaan yang bersifat genetis merupakan potensi yang dapat berkembang ditentukan dan direalisasikan oleh lingkungan fisik dan sosial cultural. Maka dengan demikian setiaap orang tak berpisah dari masyarakat dan lingkungannya.

b.      Adanya saling ketergantungan antara orang dan masyarakat
Dalam pembentukan kepribadian dan tingkah laku manusia sebagai individu, mempunyai factor pembawaan (genetis) yang biasa kita sebut dengan factor intrinsic, dan dunia luar yang biasanya kita sebut ekstrinsik.

c.       Adanya kebutuhan umum yang sama
Kebutuhan umum ini dalam ilmu pekerjaan sosial disebut dengan comen needs. Meskipun individu masing masinbg berbeda tapi mempunyai comen needs  yang sama. Namun demikian mempunyai dasar yang samayang disebut motivasi. Motivasi ini didasarkan pada:
1)      Kecendrungan dasar untuk mempertahankan diri.
2)      Aktualisasi potensi potensinya.

Motivasi ini dapat menggejala sebagai kebutuhan fisik biologis, rohani/psycologis dan sosial. Motivasi dapat merupakan kebutuhan psychologis sosial.
1)      Kemauan : manusia memilih yang akrab dari pada yang tidak.
2)      Keserasian : merupakan yang timbul apabila orang dapat memecahkan masalah  dan dapat memnuhi kebutuhannya.
3)      Kasih saying : dihayati oleh anak kecil sebagai pemuas kebutuhan adanya rasa kasih sayang dan perlindungan.
4)      Pengakuan masyarakat : penerimaan oleh masyarakat merupakan kebutuhan yang pemuasannya berasal dari poengakuan masyarakat.
5)      Rasa harga diri : suatu penilaian yang tinggi mengenai dirinya sendiri dan suatu perasaan akan harga diri.
6)      Explorasi(keingintahuan) : anak selalu ingin tahu dan selalu mengadakan  penyelidikan terhadap lingkunagannya.

d.      Adanya nilai demokrasi
Walter A Frierdlander  menjelaskan bahwa:
“ perasaan,sikap,tinjauan dan praktek dari pekerjaan sosial di dalam kebudayaan Amerika selalu diilhami oleh nilai nilai demokrasi”.
Dalam hal ini juga dikemukakan bahwa: nilai dasar pekerjaan sosial tidak tumbuh begitu saja laksana bunga kiar di pinggir jalan, meliankan sebaliknya, nilai nilai itu berakar dari kepercayaan yang kuat yang mengilhami peradaban manusia.


1.      Tujuan
Pekerjaan Sosial bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu, baik secara individual maupun kelompok , dimana kegiatannya difokuskan kepada relasi sosial mereka khususnya interaksi orang-orang dengan lingkungannya.

3.      Tugas pokok pekerjaan sosial untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan orang untuk memisahkan masalah.

PRINSIP PEKERJAAN SOSIAL


Didalam profesi pekerjaan sosial terdapat sejumlah prinsip mendasar yang membimbing praktek pembuatan keputusan dan tindakan. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam semua situasi praktek, mempertimbangkan karakteristik klien, setting praktek atau peranan-peranan yang dilaksanakan oleh profesional. Prinsip-prinsip adalah aturan –aturan dasar atau pembimbing bagi prilaku praktek, tetapi prinsip tersebut tidak memerintahkan untuk diaplikasikan tanpa analisis yang hati-hati dan penuh pemikiran. Prinsip praktek pekerjaan sosial berakar didalam filosofi profesi, nilai-nilai, preskripsi etik, dan kebijaksanaan praktek.

1. Pekerja sosial harus mempraktekkan pekerjaan sosial.
Ini prinsip dasar yang sangat pasti harus diwujudkan. Kita mengharapkan guru mengajar, dokter berpraktek pengobatan, dan tentu saja pekerja sosial melakukan praktek didalam bata-batas profesi pekerjaan sosial. Pekerja sosial memfokuskan kepada keberfungsian sosial dan membantu memperbaiki interaksi antara orang dengan lingkungannya. Ini adalah domain pekerjaan sosial. Penyiapan pendidikan mempersyaratkan perlengkapan pekerjaan sosial dengan pengetahuan nilai dan keterampilan untuk bekerja pada pertemuan orang dengan lingkungannya. Dan hal tersebut merupakan kontribusi yang khas dari pekerjaan sosial ketika bekerja dengan profesi-profesi pertolongan lainnya. Prinsip etis yang dibutuhkan adalah pekerja sosial berfungsi didalam keahlian profesionalnya. Meskipun pekerja sosial secara individu boleh jadi memiliki bakat khusus diluar domain profesi.

2. Pekerja sosial harus terlibat didalam penggunaan diri secara sadar.
Alat praktek utama pekerja sosial adalah dirinya sendiri (kapasitasnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain didalam cara –cara yang memfasilitasi perubahan). Pekerja yang terampil adalah yang menggunakan cara-cara khas dirinya serta gayanya yang bertujuan berhubungan dengan orang lain dan membangun relasi pertolongan yang positif dengan klien.
Didalam relasi profesional pekerja sosial seharusnya menyadari tentang bagaimana kepercayaan serta persepsi –persepsinya maupun perilakunya dapat mempengaruhi kemampuan untuk membantu klien.

3. Prinsip kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan adalah prinsip etik dimana pekerja sosial dan profesional lainnya tidak boleh menyebarluaskan informasi lain tentang klien tanpa sepengetahuan dan izin klien yang bersangkutan (Barker, 1987). Kerahasiaan ini bahkan merupakan masalah etik semua pertolongan, dan bahkan bukan hanya menyangkut kerahasiaan informasi tentang klien saja melainkan juga informasi tentang badan pelayanan termasuk situasi-situasi yang berada didalamya terutama yang menyangkut kondisi pekerja maupun kesulitan-kesulitan yang terdapat didalam lembaga dimana pekerja tersebut bekerja.

Kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan. Khususnya dalam hubungan dengan klien, yaitu kepercayaan klien kepada pekerja sosial sehingga klien terbuka kepadanya. Sebagai orang yang dipercaya, pekerja sosial seharusnya tidak menyalahgunakan informasi yang didapat dari klien. Karena salah satu janji pekerja sosial adalah menghargai kerahasiaan orang yang dilayani dan pekerja sosial akan menggunakan informasi-informasi melalui hubungan profesionalnya dengan klien secara bertanggungjawab.

Terdapat dua jenis kerahasiaan, yaitu kerahasiaan absolut (Absolute confidentiality) dan kerahasiaan relatif (relative confidentiality). Kerahasiaan absolut tidak dapat ceritakan kepada siapapun bahkan tidak boleh direkam dan dicatat, hanya pekerja yang menangani saja yang mengetahui. Kerahasiaan absolut ini ditentukan oleh klien bersangkutan atau ditegaskan melalui undang-undang. Sedangkan kerahasiaan relatif, tidak boleh disiarkan atau diunagkapkan secara sembarangan, kecuali untuk tujuan pertolongan bisa dibicarakan dengan petugas-petugas lain. Kerahasiaan relatif ini sangat tergantung pada jenis masalah dan budaya setempat.

4. Menaruh perhatian pada orang lain (Concern for the other)
Menurut Achlis, prinsip ini dapat diartikan bahwa pekerja sosial sungguh menaruh perhatian mengenai apa-apa yang terjadi pada sistem klien, dan mampu mengkomunikasikan perasaan perasaan ini dengan penuh kesadaran akan tanggungjawab, perhatian, penghargaan, serta pengetahuan mengenai manusia dan harapan atau keinginan keinginannya untuk melanjutkan dan meningkatkan kehidupannya. Dengan kata ini merupakan pernyataan kesungguhan tanpa syarat dari pihak pekerja sosial untuk memberikan perhatian kepada kehidupan serta kebutuhan kebutuhan klien, suatu keinginan untuk mewujudkan dan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membantu klien.

Prinsip concern for the other hendaknya diartikan bahwa kita merespon aa yang diinginkan dan dibutuhkan klien, bukan merespon apa yang kita inginkan. Ini berarti bahwa pekerja sosial dapat menawarkan keterampilan-keterampilannya, pengetahuannya, menawarkan dirinya serta perhatiannnya kepada klien agar dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan klien.

5. Keselarasan (Congruence).
Keselarasan berarti bahwa dalam berelasi pekerja sosial menunjukkan keterbukaan, murni (genuince), konsisten, jujur dan dapat dipercaya (honest), serta berdasarkan kenyataan. Congruence juga berarti bahwa tingkah laku serta apa-apa yang Pekerja sosial komunikasikan kepada dan untuk kepentingan klien hendaknya selalu selaras (congruent) dan harus dilandasi oleh sistem nilai serta tanggungjawab sebagai seorang profesional.

Prinsip keselarasan sering dikaitkan dengan prinsip kemurnian (genuiness). Agar dapat bertindak secara murni dan selaras (genuinence and congruent), pekerja sosial harus memiliki tiga hal:
a. Pengetahuan yang jujur mengenai diri sendiri, mengenai apa dan siap sebenarnya saya ini,
b. Pengetahuan yang jelas mengenai prosedur-prosedur agency serta peranan profesional, baik bagi pekerja sosial maupun bagi klien.
c. Interaksi kedalam diri sendiri hal-hal yang berhubungan dengan point b diatas, internalisasi mengani konsep-konsep concern for the other, accaptance dan commitment pekerja sosial bagi kesejahteraan klien serta pada aspek otoritas peranan pekerja sosial dan kedudukannnya sehingga kualitas ini benar benar menjadi bagian dari diri pekerja sosial, dan oleh karenanya tak perlu lagi pekerja sosial harus selalu berusaha untuk menyadarinya, dan dengan demikian pekerja sosial dapat memberikan perhatian kepada klien.

6. Empati.
Empati merupakan kemampuan atau kapasitas untuk memasuki atau menyelami perasaan-perasaan dan pengalaman – pengalaman orang lain, tanpa pekerja sosial sendiri tenggelam dalam proses tersebut. Pekerja sosial secara aktif melakukan daya upaya untuk menempatkan dirinya dalam kerangka pengamatan oarang lain, tanpa ia kehilangan persepsinya, tatapi bahkan pekerja sosial dapat menggunakan kemampuan pemahamannya untuk membantu orang tersebut.

Carl Roger , dalam buku Theoris of counseling and psychoteraphy (1966, hal 409), yang mendefinisikan empathy sebagai : Pengamatan terhadap kerangka referensi internal orang lain dengan ketepatan, serta dengan komponen-komponen emosional, seolah-olah pengamat adalah orang yang diamati, akan tetapi (sebenarnya) dirinya tidak lebur kedalam kondisi tersebut. Empathy menghendaki adanya kualitas antithetik (antithetical qualities), yaitu kapasitas atau kemampuan untuk merasakan emosi secara mendalam, tetapi meskipun demikian masih tetap memelihara batas, sehingga masih mampu menggunakan pikiran dan pengetahuan. 

7. Individualisasi (Individualization)
Mengacu pada kebutuhan mengakui setiap orang adalah individu yang unik dalam hal kepemilikan haknya masing-masing. Nilai pekerjaan sosial ini berhubungan dengan pentingnya meyakinkan bahwa klien dan kelemahan-kelemahannya tidak diperlakukan (dipandang) didalam cara-cara yang terselubung melainkan diakui kalau mereka sebagai bagian individu yang mempunyai masalah, kepentingan dan kebutuhan yang khusus bagi mereka dan lingkungannya.

Biestek menjelaskan individualisasi sebagai berikut :
“ Individualisasi adalah pengakuan dan pemahaman terhadap kualitas unik dari masing-masing klien dan penggunaan prinsip-prinsip serta metoda-metoda yang berbeda dalam memberikan pertolongan menuju pada penyesuaian yang lebih baik. Individualisasi berdasarkan pada hak manusia untuk menjadi individu dan diperlakukan tidak hanya sebagai seorang manusia saja tetapi sebagai manusia yang mempunyai kepribadian yang berbeda” (1961:26). 
 
8. Pengekspresian perasaan secara bertujuan (Purposeful expression of feeling)
Dimensi perasaan merupakan bagian penting dari pekerjaan sosial. Jika perasaan klien tidak diperhatikan, maka kemajuan kemajuan penting didalam pertolongan tidak akan terjadi. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan dan membahas perasaannya karenanya merupakan bagian penting dari praktek yang baik.. Pengakuan ini merefleksikan pekerjaan sosial tradisional yang berakar pada psikodinamika yang menekankan pada faktor faktor dalam dalam psikologis (inner psychological factors).
 
Prinsip pengekspresian perasaan secara bertujuan berkaitan dengan pengakuan bahwa klien harus dimungkinkan untuk membicarakan perasaannya secara terbuka dan sebaliknya tidak berupaya untuk menekan perasaan tersebut sehingga tidak muncul kepermukaan. Biestek menyatakan bahwa: “Pengekspresian perasaan secara bertujuan adalah pengakuan terhadap kebutuhan klien untuk menyatakan perasaannya secara bebas, terutama untuk perasaan perasaan yang negatif. Pekerja sosial (Case worker) mendengarkan dengan sungguh-sungguh, tidak mengecilkan hati dan tidak menyalahkan pengekspresian perasaan tersebut, bahkan terkadang harus merangsang dan memperkuatnya ketika hal itu bermanfaat penyembuhan sebagai bagian dari pelayanan casework” (1961:35).

9. Keterlibatan emosional secara terkendali (Controlled emotional involment)
Mengatasi perasaan secara tepat merupakan keterampilan praktek juga suatu nilai pekerjaan sosial fundamental. Hal ini harus dibarengi dengan suatu kemampuan dan kemauan untuk merespon secara sensitif dan tepat terhadap perasaan yang sedang diekspresikan.

Keterlibatan emosional secara terkendali memerlukan :
a. Pengakuan bahwa perasaan memainkan peranana yang sangat penting didalam pekerjaan sosial. Seandainya kita tidak memegang keyakinan tentang pentingnya dimensi perasaan ini, maka nampaknya Pekerja sosial tidak akan memiliki sensitivitas yang memadai untuk hal ini.
b. Kemamapuan untuk terhubung dengan perasaan yang sedang diekspresikan oleh klien (secara langsung mapun tidak langsung) dan menghargai apa yang mereka maksudkna penting secara individual.
c. Merespon secara positif terhadap perasaan-perasaan tersebut melalui pengakuan didalam cara-cara yang mendukung, menggunakan keterampilan komunikasi guna menghasilkan pengaruh yang baik.
d. Menyadari akan perasaan kita sendiri dan tidak membiarkannya larut secara tak terkendali dan juga tidak mengabaikannya.

10. Penerimaan (Acceptance)
Menurut Biestek dalam Suradi, Epi S. Dan Bambang.2005. “Penerimaan adalah suatu prinsip bertindak dimana pekerja sosial memandang klien dan terlibat dengannnya sebagaimana adanya, mencaku kekuatan-kekuatan dan kelemahannya, kualitas yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, perasaan-perasaan positif dan negatif, sikap dan perilaku yang bersifat membangun maupun yang merusak, sementara martabat dan harga diri klien tetap terpelihara.” (1961:72).

Prinsip ini memiliki banyak kesamaan dengan gagasan tentang penghargan positif tanpa syarat. Prinsip ini mengacu pada kesediaan untuk bekerja dengan siapapun apakah pekerja sosial menyukainya atau tidak, apakah pekerja sosial menyetujui ataupun tidak tentang apa yang mungkin mereka lakukan. Prinsip etik yang mendasarinya adalah bahwa siapapun berhak untuk diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Hal ini merefleksikan prinsip humanistik dimana setiap manusia memiliki nilai (berharga). Bahwa harga diri manusia dikenal sebagai sesuatu yang merupakan hak setiap orang dibanding sebagai sesuatu yang harus diterima atau diraih oleh seseorang.

11. Sikap tidak meghakimi (Non judgemental attitude)
Pekerja sosial tidak mempunyai peranan untuk menghakimi individu atau keluarga apakah terbukti atau tidaknya kesalahan mereka. Tidak penting bagi pekerja sosial untuk menetapkan apakah klien bersalah atau tidak atau apakah klien bertanggungjawab atas masalah yang dihadapi atau tidak. Sikap tidak menghakimi tidak berarti bahwa klien dapat melakukan kesalahan atau Pekerja sosial harus membuktikan setiap apa yang dilakukan klien. Selanjutnya, hal ini berarti bahwa pertolongan harus ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang teridentifikasi, tidak berdasarkan apakah klien layak menerima pertolongan sesuai perbuatannya.

Sikap tidak meghakimi sangat penting sebagai basis relasi kerja antara klien dan pekerja sosial. Sebab landasan kerja ini adalah tingkat kepercayaan dan respek klien terhadap pekerja sosial. Terdapat kesalahpahaman tentang sikap tidak menghakimi dengan penilaian profesional. Sikap menghakimi harus dihindari tetapi penilaian profesional adalah sangat penting.

12. Determinasi diri klien (Client self-determination)
Prinsip ini mengacu pada ide penting bahwa pekerja sosial harus memainkan bagian aktif dalam menolong diri mereka sendiri, mengambil keputusan bagi diri mereka sendiri dan mengambil tanggungjawab terhadap tindakan tindakan mereka. Umumnya diakui bahwa klien harus membuat keputusan-keputusan dan mengambil langkah yang perlu untuk memperbaiki situasi dimana memungkinkan.

Pekerja sosial dapat memainkan peranan penting sebagai berikut :
a. Tidak mencoba bermain sebagai dewa dengan cara emnggunakan secara berlebihan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki.
b. Membantu klienuntuk mengenal / memahami pilihan-pilihan yang dapat dan harus mereka buat.
c. Membantu klien untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan yang tersedia bagi mereka dengan berbagai konsukensinya.
d. Menorong kepercayaan jika mungkin dan tepat.
e. Mengungkapkan dan jika mungkin mengungkapkan atau mengurangi hambatan-hambtan budaya dan struktural (Melembaga) terhadap determinasi diri klien.
f. Meningkatkan perluasan pilihan-pilihan yang tersedia, seperti melalui penyediaan sumber-sumber dan / atau penggunaan advokasi dan jaringan kerja.
g. Menyediakan atau memfasilitasi akses terhadap informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan.
h. Melawan godaan untuk membiarkan hubungan ketergantungan berkembang.

13. Pengahargaan positif tanpa syarat (Unconditional Positive regard)
Penghargaan tanpa syarat mengacu pada kebutuhan untuk bekerja secara positif dan konstruktif dengan semua klien, dan penghargaan itu tidak hanya berlaku terhadap klien yang disukai (berkenan) dan kita senangi. Penghargaan positif itu seharusnya tanpa syarat karena hal itu merupakan hak klien untuk mendapatkannya. Prinsip ini merupakan kombinasi dari nilai penerimaan dan sikap tidak menghakimi.

14. Persamaan (Equality)
Suatu kesalahan umum adalah mengasumsikan persamaan sama dengan keseragaman. Pekerjaan sosial mengembangkan 3 bentuk persamaan yang diartikan sebagai penghapusan kerugian.
a. Persamaan dalam perlakuan, sebagai suatu pencegahan dari ketidak adilan dalam pelayanan, meliputi perlakuan tanpa prasangka.
b. Persamaan dalam kesempatan, sebagai tindakan positif untuk memperbaiki keaadaan yang tidak adil dalam persaingan dengan yang lain dan menginginkan sumber tambahan atau perubahan dalam kebijaksanaan pemerintah.
c. Persamaan dalam keputusan, sebagai cara pemenuhan kebutuhan yang sama penting dari dua kondisi kemampuan yang berbeda, misalnya orang kaya dan orang miskin dikenakan keputusan untuk membayar tempat tinggal, tetapi demi keadilan orang miskin dibantu dalam pembayarannya. 

15. Keadilan sosial (Social justice)
Pekerjaan sosial melibatkan pekerjaan yang ruang lingkupnya luas dengan bagian bagian dari sosial yang lebih tinggi daripada kekayaan, perampasan dan kerugian sosial. Banyak klien dalam pekerjaan sosial sebagai korban dari kekerasan penindasan majian atau tindakan yang tidak manusiawi dari beberapa kekuatan kelompok atau individu. Pekerja sosial bisa melibatkan struktur untuk meninggalkan penindasan dan memunculkan praktek yang baik. Inti dari pekerjaan sosial adalah cara menghormati manusia, yang tidak mengenal ketidakadilan.

16. Kemitraan (Partnership)
Kemitraan berarti bekerja bersama klien, lebih daripada melakukan sesuatu untuk mereka. Juga mecakup kolaborasi dengan profesional lainya sebagai bagian dari pendekatan multi-disipliner. Ketika bekerja bersama klien:
a. Asesmen situasi dilakukan pekerja sosial didalam kerjasama yang erat dan tepat dengan klien, dengan memperhatikan perwujudan kesepakatan tentang hakikat masalah, kebutuhan yang teridentifikasi serta tujuan-tujuan dan rencana tindak yang memungkinkan untuk meresponnya.
b. Intervensi melibatkan bagian pekerjaan yang relevan dikerjakan bersama-sama untuk membuat langkah langkah yang diperlukan guna mengatasi atau mengurangi masalah, memenuhi kebutuhan dan melakukan tindakan apapaun yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang disepakati.
c. Situasi ditinjau ulang secara bersama-sama pada saat yang tepat, dan secara ideal evaluasi dilakukan bersama ketika bagian pekerjaan selesai dikerjakan.

17. Kewarganegaraan (Citizenship)
Suatu implikasi utama dari status menjadi warga negara adalah kepemilikan hak tertentu dan inilah kenapa kewrganegaraan merupakan suatu nilai penting, sebab penempatannya menegaskan akan hak dan inklusi sosial. Kewrganegaraan erat kaitannya dengan gagasan inklusi sosial yang menantang marginalisasi, stigmatisasi dan eksklusi sosial dari begitu banyak klien pekerja sosial yang mengalaminya.

Menjadi seorang warga negara berarti meiliki hak-hak sosial dan terlibat didalam arus utama kehidupan sosial. Dalam penghargaan terhadap nilai ini, praktek pekerjaan sosial memainkan peranan penting dalam mempromosikan atau memperjuangkan perolehan status kewarganegaraan seseorang, keluarga atau kelompok tertentu yang mengalami kecenderungan untuk terabaikan secara sosial.

18. Pemberdayaan (Empowerment)
Pada tingkat yang sangat sederhana, pemberdayaan mengacu pada proses pencapaian kontrol yang lebih besar terhadap kehidupan sendiri dan lingkungannya. Bagaimanapun penggunaannya dalam pekerjaan sosial meluas diluar itu untuk menangani diskriminasi dan perampasan hak (penindasan) yang dialami oleh klien.

Pemberdayaan lebih dari sekedar gagasan tradisional “memungkinkan”, melainkan mengarah pada bantuan untuk penyaiapan orang melawan ketidak beruntungan dan ketidak seimbangan sosial yang mereka alami. Pemberdayaan bukan hanya suatu proses psikologis tetapi juga merupakan proses sosial dan politik.

19. Kebenaran/keotentikan (Authenticity)
Keotentikan merupakan suatu konsep eksistensialist yang mengacu pada pengakuan tentang “kebebasan radikal” yaitu pengakuan setiap individu tidak hanya babas untuk memilih tetapi juga harus memilih, artinya bahwa kita bertanggungjawab terhadap tindakan kita sendiri.

20. Keadilan distributif (Distributive justice)
Menurut aristoteles kadilan akan tercipta bila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak secara sama.Pekerja sosial diharapkan agar menbuat dua pertimbangan prioritas utama yaitu:
a. Bagaimana mengalokasikan sumber-sumber pribadinya diantara klien yang banyak
b. Bagaimana mengalokasikan sumber-sumber sosial kepada seseorang klien tertentu.

Bagaimanapun keputusan-keputusan yang diambil seorang Pekerja sosial dituntut tetap menegakkan keadilan distributif.
Keadilan distributif berkenaan dengan pendistribusian barang-barang menurut aturan dan kriteria tertentu. Kriteria untuk distribusi ini mungkin beragam dari:
· Menurut hak-hak yang sudah melekat pada manusia (Hak milik)
· Menurut ganjaran
· Menurut kebutuhan

21. Objektivitas (Objectivity)
Objektivitas, prinsip praktek untuk menguji situasi tanpa prasangka secara dekat dihubungkan dengan nonjudgementalisme. Untuk menjadi objektif dalam observasi dan pemahaman mereka, para praktisi harus menghindari penyuntikan perasaan dan prasangka pribadi didalam hubungannya dengan klien.

22. Keterkaitan dengan sumber (Access to resource)
Semua orang membutuhkan akses terhadap sumber-sumber dan kesempatan untuk mewujudkan segala potensi diri dalam menghadapi tantangan-tantangan hidupnya. Dalam hal ini pekerja sosial bekerja untuk meyakinkan bahwa setiap orang membutuhkan sumber-sumber pelayanan-pelayanan serta kesempatan-kesempatan didalam menentukan pilihan-pilihan hidup, serta memberikan perlindungan terhadap kaum tertindas dan kepada oarang-orang yang merasa dirugikan, agar tercipta rasa keadilan dalam melaksanakan peranan sosialnya sesuai dengan status yang disandangnya.