Didalam profesi pekerjaan sosial
terdapat sejumlah prinsip mendasar yang membimbing praktek pembuatan keputusan
dan tindakan. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam semua situasi praktek,
mempertimbangkan karakteristik klien, setting praktek atau peranan-peranan yang
dilaksanakan oleh profesional. Prinsip-prinsip adalah aturan –aturan dasar atau
pembimbing bagi prilaku praktek, tetapi prinsip tersebut tidak memerintahkan
untuk diaplikasikan tanpa analisis yang hati-hati dan penuh pemikiran. Prinsip
praktek pekerjaan sosial berakar didalam filosofi profesi, nilai-nilai,
preskripsi etik, dan kebijaksanaan praktek.
1. Pekerja sosial harus mempraktekkan
pekerjaan sosial.
Ini prinsip dasar yang sangat pasti
harus diwujudkan. Kita mengharapkan guru mengajar, dokter berpraktek
pengobatan, dan tentu saja pekerja sosial melakukan praktek didalam bata-batas
profesi pekerjaan sosial. Pekerja sosial memfokuskan kepada keberfungsian
sosial dan membantu memperbaiki interaksi antara orang dengan lingkungannya.
Ini adalah domain pekerjaan sosial. Penyiapan pendidikan mempersyaratkan
perlengkapan pekerjaan sosial dengan pengetahuan nilai dan keterampilan untuk
bekerja pada pertemuan orang dengan lingkungannya. Dan hal tersebut merupakan
kontribusi yang khas dari pekerjaan sosial ketika bekerja dengan
profesi-profesi pertolongan lainnya. Prinsip etis yang dibutuhkan adalah
pekerja sosial berfungsi didalam keahlian profesionalnya. Meskipun pekerja
sosial secara individu boleh jadi memiliki bakat khusus diluar domain profesi.
2. Pekerja sosial harus terlibat
didalam penggunaan diri secara sadar.
Alat praktek utama pekerja sosial
adalah dirinya sendiri (kapasitasnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dengan orang lain didalam cara –cara yang memfasilitasi perubahan). Pekerja
yang terampil adalah yang menggunakan cara-cara khas dirinya serta gayanya yang
bertujuan berhubungan dengan orang lain dan membangun relasi pertolongan yang
positif dengan klien.
Didalam relasi profesional pekerja
sosial seharusnya menyadari tentang bagaimana kepercayaan serta persepsi
–persepsinya maupun perilakunya dapat mempengaruhi kemampuan untuk membantu
klien.
3. Prinsip kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan adalah prinsip etik dimana
pekerja sosial dan profesional lainnya tidak boleh menyebarluaskan informasi
lain tentang klien tanpa sepengetahuan dan izin klien yang bersangkutan
(Barker, 1987). Kerahasiaan ini bahkan merupakan masalah etik semua
pertolongan, dan bahkan bukan hanya menyangkut kerahasiaan informasi tentang
klien saja melainkan juga informasi tentang badan pelayanan termasuk
situasi-situasi yang berada didalamya terutama yang menyangkut kondisi pekerja
maupun kesulitan-kesulitan yang terdapat didalam lembaga dimana pekerja
tersebut bekerja.
Kerahasiaan berkaitan dengan
kepercayaan. Khususnya dalam hubungan dengan klien, yaitu kepercayaan klien
kepada pekerja sosial sehingga klien terbuka kepadanya. Sebagai orang yang
dipercaya, pekerja sosial seharusnya tidak menyalahgunakan informasi yang
didapat dari klien. Karena salah satu janji pekerja sosial adalah menghargai
kerahasiaan orang yang dilayani dan pekerja sosial akan menggunakan informasi-informasi
melalui hubungan profesionalnya dengan klien secara bertanggungjawab.
Terdapat dua jenis kerahasiaan, yaitu
kerahasiaan absolut (Absolute confidentiality) dan kerahasiaan relatif (relative
confidentiality). Kerahasiaan absolut tidak dapat ceritakan kepada siapapun
bahkan tidak boleh direkam dan dicatat, hanya pekerja yang menangani saja yang
mengetahui. Kerahasiaan absolut ini ditentukan oleh klien bersangkutan atau
ditegaskan melalui undang-undang. Sedangkan kerahasiaan relatif, tidak boleh
disiarkan atau diunagkapkan secara sembarangan, kecuali untuk tujuan
pertolongan bisa dibicarakan dengan petugas-petugas lain. Kerahasiaan relatif
ini sangat tergantung pada jenis masalah dan budaya setempat.
4. Menaruh perhatian pada orang lain (Concern
for the other)
Menurut Achlis, prinsip ini dapat
diartikan bahwa pekerja sosial sungguh menaruh perhatian mengenai apa-apa yang
terjadi pada sistem klien, dan mampu mengkomunikasikan perasaan perasaan ini
dengan penuh kesadaran akan tanggungjawab, perhatian, penghargaan, serta
pengetahuan mengenai manusia dan harapan atau keinginan keinginannya untuk
melanjutkan dan meningkatkan kehidupannya. Dengan kata ini merupakan pernyataan
kesungguhan tanpa syarat dari pihak pekerja sosial untuk memberikan perhatian
kepada kehidupan serta kebutuhan kebutuhan klien, suatu keinginan untuk
mewujudkan dan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membantu klien.
Prinsip concern for the other
hendaknya diartikan bahwa kita merespon aa yang diinginkan dan dibutuhkan
klien, bukan merespon apa yang kita inginkan. Ini berarti bahwa pekerja sosial
dapat menawarkan keterampilan-keterampilannya, pengetahuannya, menawarkan
dirinya serta perhatiannnya kepada klien agar dipergunakan untuk mencapai
tujuan-tujuan klien.
5. Keselarasan (Congruence).
Keselarasan berarti bahwa dalam
berelasi pekerja sosial menunjukkan keterbukaan, murni (genuince),
konsisten, jujur dan dapat dipercaya (honest), serta berdasarkan
kenyataan. Congruence juga berarti bahwa tingkah laku serta apa-apa yang
Pekerja sosial komunikasikan kepada dan untuk kepentingan klien hendaknya
selalu selaras (congruent) dan harus dilandasi oleh sistem nilai serta
tanggungjawab sebagai seorang profesional.
Prinsip keselarasan sering dikaitkan
dengan prinsip kemurnian (genuiness). Agar dapat bertindak secara murni
dan selaras (genuinence and congruent), pekerja sosial harus memiliki
tiga hal:
a. Pengetahuan yang jujur mengenai diri
sendiri, mengenai apa dan siap sebenarnya saya ini,
b. Pengetahuan yang jelas mengenai
prosedur-prosedur agency serta peranan profesional, baik bagi pekerja sosial
maupun bagi klien.
c. Interaksi kedalam diri sendiri
hal-hal yang berhubungan dengan point b diatas, internalisasi mengani
konsep-konsep concern for the other, accaptance dan commitment pekerja sosial
bagi kesejahteraan klien serta pada aspek otoritas peranan pekerja sosial dan
kedudukannnya sehingga kualitas ini benar benar menjadi bagian dari diri
pekerja sosial, dan oleh karenanya tak perlu lagi pekerja sosial harus selalu
berusaha untuk menyadarinya, dan dengan demikian pekerja sosial dapat
memberikan perhatian kepada klien.
6. Empati.
Empati merupakan kemampuan atau
kapasitas untuk memasuki atau menyelami perasaan-perasaan dan pengalaman –
pengalaman orang lain, tanpa pekerja sosial sendiri tenggelam dalam proses
tersebut. Pekerja sosial secara aktif melakukan daya upaya untuk menempatkan
dirinya dalam kerangka pengamatan oarang lain, tanpa ia kehilangan persepsinya,
tatapi bahkan pekerja sosial dapat menggunakan kemampuan pemahamannya untuk
membantu orang tersebut.
Carl Roger , dalam buku Theoris of counseling
and psychoteraphy (1966, hal 409), yang mendefinisikan empathy
sebagai : Pengamatan terhadap kerangka referensi internal orang lain dengan
ketepatan, serta dengan komponen-komponen emosional, seolah-olah pengamat
adalah orang yang diamati, akan tetapi (sebenarnya) dirinya tidak lebur kedalam
kondisi tersebut. Empathy menghendaki adanya kualitas antithetik (antithetical
qualities), yaitu kapasitas atau kemampuan untuk merasakan emosi secara
mendalam, tetapi meskipun demikian masih tetap memelihara batas, sehingga masih
mampu menggunakan pikiran dan pengetahuan.
7. Individualisasi (Individualization)
Mengacu pada kebutuhan mengakui setiap
orang adalah individu yang unik dalam hal kepemilikan haknya masing-masing.
Nilai pekerjaan sosial ini berhubungan dengan pentingnya meyakinkan bahwa klien
dan kelemahan-kelemahannya tidak diperlakukan (dipandang) didalam cara-cara
yang terselubung melainkan diakui kalau mereka sebagai bagian individu yang
mempunyai masalah, kepentingan dan kebutuhan yang khusus bagi mereka dan
lingkungannya.
Biestek menjelaskan individualisasi
sebagai berikut :
“ Individualisasi adalah pengakuan dan
pemahaman terhadap kualitas unik dari masing-masing klien dan penggunaan
prinsip-prinsip serta metoda-metoda yang berbeda dalam memberikan pertolongan
menuju pada penyesuaian yang lebih baik. Individualisasi berdasarkan pada hak
manusia untuk menjadi individu dan diperlakukan tidak hanya sebagai seorang
manusia saja tetapi sebagai manusia yang mempunyai kepribadian yang berbeda”
(1961:26).
8. Pengekspresian perasaan secara
bertujuan (Purposeful expression of feeling)
Dimensi perasaan merupakan bagian
penting dari pekerjaan sosial. Jika perasaan klien tidak diperhatikan, maka
kemajuan kemajuan penting didalam pertolongan tidak akan terjadi. Memberikan
kesempatan pada klien untuk mengungkapkan dan membahas perasaannya karenanya
merupakan bagian penting dari praktek yang baik.. Pengakuan ini merefleksikan
pekerjaan sosial tradisional yang berakar pada psikodinamika yang menekankan
pada faktor faktor dalam dalam psikologis (inner psychological factors).
Prinsip pengekspresian perasaan secara
bertujuan berkaitan dengan pengakuan bahwa klien harus dimungkinkan untuk
membicarakan perasaannya secara terbuka dan sebaliknya tidak berupaya untuk
menekan perasaan tersebut sehingga tidak muncul kepermukaan. Biestek
menyatakan bahwa: “Pengekspresian perasaan secara bertujuan adalah pengakuan
terhadap kebutuhan klien untuk menyatakan perasaannya secara bebas, terutama
untuk perasaan perasaan yang negatif. Pekerja sosial (Case worker)
mendengarkan dengan sungguh-sungguh, tidak mengecilkan hati dan tidak
menyalahkan pengekspresian perasaan tersebut, bahkan terkadang harus merangsang
dan memperkuatnya ketika hal itu bermanfaat penyembuhan sebagai bagian dari
pelayanan casework” (1961:35).
9. Keterlibatan emosional secara
terkendali (Controlled emotional involment)
Mengatasi perasaan secara tepat
merupakan keterampilan praktek juga suatu nilai pekerjaan sosial fundamental.
Hal ini harus dibarengi dengan suatu kemampuan dan kemauan untuk merespon
secara sensitif dan tepat terhadap perasaan yang sedang diekspresikan.
Keterlibatan emosional secara
terkendali memerlukan :
a. Pengakuan bahwa perasaan memainkan
peranana yang sangat penting didalam pekerjaan sosial. Seandainya kita tidak
memegang keyakinan tentang pentingnya dimensi perasaan ini, maka nampaknya
Pekerja sosial tidak akan memiliki sensitivitas yang memadai untuk hal ini.
b. Kemamapuan untuk terhubung dengan
perasaan yang sedang diekspresikan oleh klien (secara langsung mapun tidak
langsung) dan menghargai apa yang mereka maksudkna penting secara individual.
c. Merespon secara positif terhadap
perasaan-perasaan tersebut melalui pengakuan didalam cara-cara yang mendukung,
menggunakan keterampilan komunikasi guna menghasilkan pengaruh yang baik.
d. Menyadari akan perasaan kita sendiri
dan tidak membiarkannya larut secara tak terkendali dan juga tidak
mengabaikannya.
10. Penerimaan (Acceptance)
Menurut Biestek dalam Suradi,
Epi S. Dan Bambang.2005. “Penerimaan adalah suatu prinsip bertindak dimana
pekerja sosial memandang klien dan terlibat dengannnya sebagaimana adanya,
mencaku kekuatan-kekuatan dan kelemahannya, kualitas yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan, perasaan-perasaan positif dan negatif, sikap dan perilaku
yang bersifat membangun maupun yang merusak, sementara martabat dan harga diri
klien tetap terpelihara.” (1961:72).
Prinsip ini memiliki banyak kesamaan
dengan gagasan tentang penghargan positif tanpa syarat. Prinsip ini mengacu
pada kesediaan untuk bekerja dengan siapapun apakah pekerja sosial menyukainya
atau tidak, apakah pekerja sosial menyetujui ataupun tidak tentang apa yang
mungkin mereka lakukan. Prinsip etik yang mendasarinya adalah bahwa siapapun
berhak untuk diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Hal ini merefleksikan
prinsip humanistik dimana setiap manusia memiliki nilai (berharga). Bahwa harga
diri manusia dikenal sebagai sesuatu yang merupakan hak setiap orang dibanding
sebagai sesuatu yang harus diterima atau diraih oleh seseorang.
11. Sikap tidak meghakimi (Non
judgemental attitude)
Pekerja sosial tidak mempunyai peranan
untuk menghakimi individu atau keluarga apakah terbukti atau tidaknya kesalahan
mereka. Tidak penting bagi pekerja sosial untuk menetapkan apakah klien
bersalah atau tidak atau apakah klien bertanggungjawab atas masalah yang
dihadapi atau tidak. Sikap tidak menghakimi tidak berarti bahwa klien dapat
melakukan kesalahan atau Pekerja sosial harus membuktikan setiap apa yang
dilakukan klien. Selanjutnya, hal ini berarti bahwa pertolongan harus
ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang teridentifikasi, tidak
berdasarkan apakah klien layak menerima pertolongan sesuai perbuatannya.
Sikap tidak meghakimi sangat penting
sebagai basis relasi kerja antara klien dan pekerja sosial. Sebab landasan
kerja ini adalah tingkat kepercayaan dan respek klien terhadap pekerja sosial.
Terdapat kesalahpahaman tentang sikap tidak menghakimi dengan penilaian
profesional. Sikap menghakimi harus dihindari tetapi penilaian profesional
adalah sangat penting.
12. Determinasi diri klien (Client
self-determination)
Prinsip ini mengacu pada ide penting
bahwa pekerja sosial harus memainkan bagian aktif dalam menolong diri mereka
sendiri, mengambil keputusan bagi diri mereka sendiri dan mengambil
tanggungjawab terhadap tindakan tindakan mereka. Umumnya diakui bahwa klien
harus membuat keputusan-keputusan dan mengambil langkah yang perlu untuk
memperbaiki situasi dimana memungkinkan.
Pekerja sosial dapat memainkan peranan
penting sebagai berikut :
a. Tidak mencoba bermain sebagai dewa
dengan cara emnggunakan secara berlebihan kekuasaan dan pengaruh yang mereka
miliki.
b. Membantu klienuntuk mengenal /
memahami pilihan-pilihan yang dapat dan harus mereka buat.
c. Membantu klien untuk mengeksplorasi
pilihan-pilihan yang tersedia bagi mereka dengan berbagai konsukensinya.
d. Menorong kepercayaan jika mungkin
dan tepat.
e. Mengungkapkan dan jika mungkin
mengungkapkan atau mengurangi hambatan-hambtan budaya dan struktural
(Melembaga) terhadap determinasi diri klien.
f. Meningkatkan perluasan
pilihan-pilihan yang tersedia, seperti melalui penyediaan sumber-sumber dan /
atau penggunaan advokasi dan jaringan kerja.
g. Menyediakan atau memfasilitasi akses
terhadap informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan.
h. Melawan godaan untuk membiarkan
hubungan ketergantungan berkembang.
13. Pengahargaan positif tanpa syarat (Unconditional
Positive regard)
Penghargaan tanpa syarat mengacu pada
kebutuhan untuk bekerja secara positif dan konstruktif dengan semua klien, dan
penghargaan itu tidak hanya berlaku terhadap klien yang disukai (berkenan) dan
kita senangi. Penghargaan positif itu seharusnya tanpa syarat karena hal itu
merupakan hak klien untuk mendapatkannya. Prinsip ini merupakan kombinasi dari
nilai penerimaan dan sikap tidak menghakimi.
14. Persamaan (Equality)
Suatu kesalahan umum adalah
mengasumsikan persamaan sama dengan keseragaman. Pekerjaan sosial mengembangkan
3 bentuk persamaan yang diartikan sebagai penghapusan kerugian.
a. Persamaan dalam perlakuan, sebagai
suatu pencegahan dari ketidak adilan dalam pelayanan, meliputi perlakuan tanpa
prasangka.
b. Persamaan dalam kesempatan, sebagai
tindakan positif untuk memperbaiki keaadaan yang tidak adil dalam persaingan
dengan yang lain dan menginginkan sumber tambahan atau perubahan dalam
kebijaksanaan pemerintah.
c. Persamaan dalam keputusan, sebagai
cara pemenuhan kebutuhan yang sama penting dari dua kondisi kemampuan yang
berbeda, misalnya orang kaya dan orang miskin dikenakan keputusan untuk
membayar tempat tinggal, tetapi demi keadilan orang miskin dibantu dalam
pembayarannya.
15. Keadilan sosial (Social justice)
Pekerjaan sosial melibatkan pekerjaan
yang ruang lingkupnya luas dengan bagian bagian dari sosial yang lebih tinggi
daripada kekayaan, perampasan dan kerugian sosial. Banyak klien dalam pekerjaan
sosial sebagai korban dari kekerasan penindasan majian atau tindakan yang tidak
manusiawi dari beberapa kekuatan kelompok atau individu. Pekerja sosial bisa
melibatkan struktur untuk meninggalkan penindasan dan memunculkan praktek yang
baik. Inti dari pekerjaan sosial adalah cara menghormati manusia, yang
tidak mengenal ketidakadilan.
16. Kemitraan (Partnership)
Kemitraan berarti bekerja bersama
klien, lebih daripada melakukan sesuatu untuk mereka. Juga mecakup kolaborasi
dengan profesional lainya sebagai bagian dari pendekatan multi-disipliner.
Ketika bekerja bersama klien:
a. Asesmen situasi dilakukan pekerja
sosial didalam kerjasama yang erat dan tepat dengan klien, dengan memperhatikan
perwujudan kesepakatan tentang hakikat masalah, kebutuhan yang teridentifikasi
serta tujuan-tujuan dan rencana tindak yang memungkinkan untuk meresponnya.
b. Intervensi melibatkan bagian
pekerjaan yang relevan dikerjakan bersama-sama untuk membuat langkah langkah
yang diperlukan guna mengatasi atau mengurangi masalah, memenuhi kebutuhan dan
melakukan tindakan apapaun yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
disepakati.
c. Situasi ditinjau ulang secara
bersama-sama pada saat yang tepat, dan secara ideal evaluasi dilakukan bersama
ketika bagian pekerjaan selesai dikerjakan.
17. Kewarganegaraan (Citizenship)
Suatu implikasi utama dari status
menjadi warga negara adalah kepemilikan hak tertentu dan inilah kenapa
kewrganegaraan merupakan suatu nilai penting, sebab penempatannya menegaskan
akan hak dan inklusi sosial. Kewrganegaraan erat kaitannya dengan gagasan
inklusi sosial yang menantang marginalisasi, stigmatisasi dan eksklusi sosial
dari begitu banyak klien pekerja sosial yang mengalaminya.
Menjadi seorang warga negara berarti
meiliki hak-hak sosial dan terlibat didalam arus utama kehidupan sosial. Dalam
penghargaan terhadap nilai ini, praktek pekerjaan sosial memainkan peranan
penting dalam mempromosikan atau memperjuangkan perolehan status
kewarganegaraan seseorang, keluarga atau kelompok tertentu yang mengalami
kecenderungan untuk terabaikan secara sosial.
18. Pemberdayaan (Empowerment)
Pada tingkat yang sangat sederhana,
pemberdayaan mengacu pada proses pencapaian kontrol yang lebih besar terhadap
kehidupan sendiri dan lingkungannya. Bagaimanapun penggunaannya dalam pekerjaan
sosial meluas diluar itu untuk menangani diskriminasi dan perampasan hak
(penindasan) yang dialami oleh klien.
Pemberdayaan lebih dari sekedar gagasan
tradisional “memungkinkan”, melainkan mengarah pada bantuan untuk penyaiapan
orang melawan ketidak beruntungan dan ketidak seimbangan sosial yang mereka
alami. Pemberdayaan bukan hanya suatu proses psikologis tetapi juga merupakan
proses sosial dan politik.
19. Kebenaran/keotentikan (Authenticity)
Keotentikan merupakan suatu konsep
eksistensialist yang mengacu pada pengakuan tentang “kebebasan radikal” yaitu
pengakuan setiap individu tidak hanya babas untuk memilih tetapi juga harus
memilih, artinya bahwa kita bertanggungjawab terhadap tindakan kita sendiri.
20. Keadilan distributif (Distributive
justice)
Menurut aristoteles kadilan akan
tercipta bila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak
sama diperlakukan tidak secara sama.Pekerja sosial diharapkan agar menbuat dua
pertimbangan prioritas utama yaitu:
a. Bagaimana mengalokasikan
sumber-sumber pribadinya diantara klien yang banyak
b. Bagaimana mengalokasikan
sumber-sumber sosial kepada seseorang klien tertentu.
Bagaimanapun keputusan-keputusan yang
diambil seorang Pekerja sosial dituntut tetap menegakkan keadilan distributif.
Keadilan distributif berkenaan dengan
pendistribusian barang-barang menurut aturan dan kriteria tertentu. Kriteria
untuk distribusi ini mungkin beragam dari:
· Menurut hak-hak
yang sudah melekat pada manusia (Hak milik)
· Menurut
ganjaran
· Menurut
kebutuhan
21. Objektivitas (Objectivity)
Objektivitas, prinsip praktek untuk
menguji situasi tanpa prasangka secara dekat dihubungkan dengan
nonjudgementalisme. Untuk menjadi objektif dalam observasi dan pemahaman
mereka, para praktisi harus menghindari penyuntikan perasaan dan prasangka
pribadi didalam hubungannya dengan klien.
22. Keterkaitan dengan sumber (Access
to resource)
Semua orang membutuhkan akses terhadap
sumber-sumber dan kesempatan untuk mewujudkan segala potensi diri dalam
menghadapi tantangan-tantangan hidupnya. Dalam hal ini pekerja sosial bekerja
untuk meyakinkan bahwa setiap orang membutuhkan sumber-sumber
pelayanan-pelayanan serta kesempatan-kesempatan didalam menentukan
pilihan-pilihan hidup, serta memberikan perlindungan terhadap kaum tertindas
dan kepada oarang-orang yang merasa dirugikan, agar tercipta rasa keadilan
dalam melaksanakan peranan sosialnya sesuai dengan status yang disandangnya.